Ada satu sumber pendapatan negara yang besar jumlahnya tanpa harus menguras alam ataupun menambah hutang ke luar negeri: Pajak. Namun, masih banyak yang menilai pajak bukanlah sebuah kewajiban. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengiyakan, “Bahkan masih ada sebagian masyarakat kita yang menganggap pajak itu identik dengan penjajahan.” Rasio pajak di Indonesia yang masih rendah membuktikan bahwa pengetahuan warga Indonesia akan pentingnya bayar pajak masih marginal. Lantas, mengapa kita harus membayar pajak?
PAJAK BAGI SEBUAH NEGARA? GOOD
Masyarakat membayar pajak sebagai bentuk perhatian kepada negara. Sekitar 70% dana yang digunakan pemerintah demi infrastruktur dan memakmurkan rakyat adalah dari pajak. Dalam analoginya, apabila negara menerima pajak sebesar Rp 1 triliun, Indonesia bisa mengembangkan sekitar ribuan meter jembatan dan menciptakan sekitar ratusan kilometer jalan. Selain itu, pajak dengan jumlah tersebut dapat mengadakan hektaran sawah, mendirikan puluhan ribu rumah prajurit, memberikan ratusan ribu ton pupuk kepada petani, sampai menggaji puluhan ribu anggota Polri dalam setahun. Apabila penerimaan pajak minim, ini dapat menghambat Indonesia dalam pembangunan infrastruktur yang penting bagi ketenteraman masyarakat.
Untungnya, hingga saat ini rasio pajak Indonesia mengalami peningkatan signifikan, melampaui rasio pajak sebelum pandemi. Artinya, ini menunjukkan adanya pemulihan dan perbaikan di administrasi perpajakan. Penerimaan pajak yang tumbuh terus dalam dua tahun berturut-turut mensinyalir Indonesia berangsur-angsur dapat membiayai diri, sebab rakyatnya secara andil membantu mengatasi permasalahan keuangan negara.
PAJAK BAGI RAKYAT? ALSO GOOD
Saat negara dapatkan manfaat dari membayar pajak, lalu apa keuntungan bagi rakyatnya?
Secara individual, setiap orang yang membayar pajak secara tidak langsung menata portofolio diri secara finansial. Semakin rajin seseorang mendaftarkan aset yang dimiliki, maka semakin meningkat pula kredibilitas seseorang di mata lembaga keuangan serta perbankan. Sehingga portofolio finansial yang dibentuk bisa menjadi sebuah kegiatan ‘membangun kekayaan’ untuk masa depan.
Well, semakin kaya seseorang maka semakin banyak aset yang dimiliki. Dalam prosesnya, orang tersebut akan melakukan self-assessment serta memiliki data individual aset dan data pajak pembeli. Mau tidak mau, orang tersebut berinisiatif untuk mendaftarkan dirinya, menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Selain meningkatkan kredibilitas di mata lembaga keuangan dan perbankan, membayar pajak pun juga bisa mendirikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada para Wajib Pajak ini. Pada akhirnya, orang-orang yang membayar pajak pun secara tidak langsung menjadi lebih mengerti soal keuangan personalnya.
Ketika seseorang sudah mengerti soal kondisi keuangan personalnya, ia bisa membuat perencanaan keuangan yang lebih baik. Salah satunya adalah membuat rencana pengeluaran secara sadar, di mana seseorang dapat bisa mengendalikan kesehatan keuangannya ketika berfokus pada pengeluaran layaknya biaya tetap (biaya sewa rumah), tabungan (termasuk uang untuk liburan dan dana darurat), pengeluaran seperti memesan makanan atau berbelanja, serta investasi.
Dalam proses perencanaan keuangan—dan kala momennya tepat—seseorang akan membuat keputusan sadar untuk berinvestasi. Pilihan aset pun diantaranya: rumah hingga kendaraan, dsb. Hal yang paling penting adalah uang yang dimiliki harus berputar, sehingga dalam prosesnya pun akan ada aset yang dibeli atau dijual demi mengembangkan kekayaan. Nah, setiap transaksi pembelian atau penjualan aset, pastinya akan muncul data transaksi yang terekam di kantor pajak.
Tidak hanya bermanfaat bagi individu, membayar dan melaporkan pajak juga menguntungkan bagi perusahaan, dilakukan dengan melakukan perencanaan pajak. Upaya mengurangi atau meminimalisir beban pajak yang dibayarkan pada negara berpotensi menghindarkan sebuah perusahaan dari kesulitan. Dalam mengelola dan membangun kekayaan, semakin baik kemampuan sebuah perusahaan dalam mengendalikan dan membatasi pajak maka semakin besar sumber daya yang akan dimiliki perusahaan tersebut. Harus dicatat, bahwa perencanaan pajak bukan untuk menangkal pelaporan dan pembayaran pajak. Alih-alih mengatur pajak yang dibayarkan oleh perusahaan tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.
BAYAR PAJAK & MEMBANGUN KEKAYAAN
Membayar pajak secara tidak langsung memperbaiki keuangan, baik bagi seseorang maupun perusahaan. Dengan menghitung, melaporkan, dan membayar pajak, para Wajib Pajak memposisikan kondisi keuangan di bawah mikroskop dan menelusuri perputaran uang mana yang menambah berkali lipat atau justru menguras kekayaan. Pajak bisa menjadi beban, ketika perputaran uang melalui aset yang dimiliki seseorang tidak diimbangi dengan perencanaan matang.
Di lain hal, Ditjen Pajak pun bisa mempertanyakan ketika perputaran uang yang ada tidak senada dengan aset yang dilaporkan. Imbasnya, kredibilitas juga diragukan dan negara akan seterusnya mempersoalkan, “Anda bisa beli aset seharga ini padahal gaji hanya seharga itu, dapat uang dari mana?” Maka dari itu, transparansi dengan melaporkan dan membayar pajak menjadi esensial agar tidak repot di kemudian hari.
Pada akhirnya, membangun kekayaan dilakukan demi masa depan pula. Kalau bisa meraih masa depan cerah salah satunya melalui membayar pajak, mengapa tidak?