Boikot Tak Bayar Pajak? Bahaya!

Berawal dari penganiayaan, berujung pada seruan boikot. Seorang anak pegawai Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Selatan, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan anak seorang petinggi sayap pemuda Nahdlatul Ulama GP Ansor. Kejahatan tersebut viral dan memicu kemarahan publik. Selain karena luka parah yang dilayangkan, si tersangka ternyata merupakan anak dari pejabat Ditjen Pajak eselon tiga dengan kekayaan yang fantastis nan mengherankan. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa jumlah harta yang dimiliki si pejabat eselon tiga ini, “Doesn’t make sense.”

Sang ayah tersangka, Rafael Alun Trisambodo melaporkan aset senilai Rp 56 miliar pada 2021. Namun, ada beberapa aset yang tak dilaporkan olehnya yakni: mobil jip Rubicon, moge merk “Harley Davidson” hingga aset tanah dan bangunan berupa rumah mewah di daerah Jakarta Selatan, Yogyakarta, dan Manado, Sulawesi Utara.

Publik menanyakan bagaimana Rafael bisa memakmurkan diri dengan harta kekayaan yang melimpah, meski latar belakangnya hanya sebagai pejabat Ditjen Pajak. Ini pun memicu ajakan untuk tidak lapor atau membayar pajak. Padahal, suara sumbang tersebut dapat membahayakan kesejahteraan rakyat.

TAK BAYAR PAJAK? HATI-HATI!

Karena pejabat pajak yang flexing harta kekayaan di media sosial, muncul seruan untuk setop membayar pajak. Ini dinilai sebagai bentuk kekecewaan rakyat yang menganggap pajak yang mereka bayar justru banyak disalahgunakan.

Namun, apabila tidak membayar pajak, ini mengurangi pemasukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, baik anggaran belanja untuk pemerintah pusat atau daerah. Berkurangnya pasokan APBN akan menyebabkan tingginya defisit anggaran yang dipakai untuk memenuhi fasilitas pembangunan negara dan berakibat pada kekacauan struktural perekonomian yang disebabkan oleh menumpuknya pendanaan melalui utang negara.

Jadi, ketika seseorang tidak membayar pajak atau melaporkan SPT, tidak hanya akan merugikan negara tetapi juga merugikan diri sendiri. Membayar pajak dan melaporkan SPT merupakan kontribusi wajib yang telah ditentukan dalam undang-undang, bersifat memaksa. Maka, seseorang bisa berpotensi dipidana dan membayar denda administrasi apabila secara sadar menolak untuk membayar pajak.

Pada akhirnya, saat seseorang memilih untuk tidak membayar pajak, secara tidak langsung mereka juga menurunkan kualitas layanan publik dan pembangunan negara. Mereka juga mengurangi subsidi dan insentif yang akan diterima oleh lainnya.

NEGARA BERJALAN KARENA PAJAK

Well, perlu dicatat: pajak justru menjadi sumber pendapatan negara. What helps the country run, if not taxes?

Pajak digunakan untuk pembangunan hingga membayar gaji pegawai negeri, bersifat wajib bagi rakyat untuk negara. Bagi rakyat, mereka menerima manfaat pajak dalam bentuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum seperti pembuatan jalan, jembatan, sekolah, tol, hingga rumah ibadah. Tidak hanya itu, pajak juga digunakan untuk menghidupi fasilitas pendidikan seperti program Kartu Indonesia Pintar, Beasiswa Bidik Misi, dan Bantuan Operasional.

Sementara itu, membayar pajak berguna juga untuk meningkatkan pelayanan dan mutu rumah sakit serta pembiayaan JKN/KIS. Selain itu, pajak juga digunakan untuk pengadaan senjata serta modernisasi keamanan darat, air, dan udara.

Dalam fungsi regulasinya, pajak digunakan pemerintah untuk pengaturan kebijakan negara alias fiskal, contohnya penggunaan pajak bea masuk untuk menekan impor.

WAJAR UNTUK KHAWATIR, PERLU DIAWASI

Memang seruan aksi tak bayar pajak ini bukan kali pertama. Kala itu, boikot untuk tidak bayar pajak muncul pada 2012 di mana Gayus Tambunan, yang merupakan pegawai Ditjen Pajak terbukti melakukan penyelewengan dana. Satu dekade kemudian, dengan kasus Rafael Alun yang terbongkar, membuat rakyat kembali bertanya-tanya soal aliran uang pajak yang mereka bayar ke pemerintah.

Kekhawatiran rakyat akan hal ini termasuk hal yang wajar, ketika proses pelaporan dan bayar pajak yang selama ini dinyatakan sebagai keharusan malah tidak dilakukan oleh pejabat pajak, ditambah dengan ajang pamer kekayaan yang mereka lakukan di media sosial. Ini menumbuhkan rasa ketidakpercayaan rakyat terhadap pejabat publik dan pemerintah.

Potensi ajakan untuk tidak bayar pajak pun bisa meningkat menjadi civil disobedience, ketika rakyat merasa bahwa ada kegagalan di sisi pemerintah untuk melindungi kepentingan rakyat dan memperbaiki kinerja.

Namun dalam kasus ini, ajakan untuk tidak bayar pajak tidak harus bereskalasi menjadi sebuah pembangkangan sipil. Pemerintah harus bisa mengembalikan kepercayaan publik dengan mengemban tugas negara secara transparan dan jujur.

Menko Polhukam Mahfud MD telah menyerahkan laporan adanya transaksi janggal sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan, di luar kasus Rafael Alun Trisambodo. Ia memaparkan bahwa pergerakan uang tersebut sebagian besar di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Bahkan, Mahfud mengirimkan pula laporan dugaan pencucian uang yang dilakukan 69 pegawai Kementerian Keuangan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Artinya, ada langkah perombakan yang dilakukan pemerintah atas dorongan rakyat yang terus mengawasi kinerja kementerian. Ajakan untuk tidak bayar pajak atau lapor SPT menjadi semacam bentuk kepedulian rakyat, agar tidak muncul “Rafael-Rafael” lain.