Apakah kecerdasan buatan akan mengganti pekerja manusia? Belum tentu. Memang, meluasnya penerapan kecerdasan buatan alias “Artificial Intelligence” memantik kekhawatiran, tetapi ada juga yang menyambut kecerdasan buatan seraya berusaha mempelajarinya. Karena kecerdasan buatan membuktikan bahwa teknologi tidak hanya semakin cepat kinerjanya, tetapi juga semakin pintar.
Salah satu bentuk kecerdasan buatan yakni superkomputer yang mampu bermain catur dan bahkan mengalahkan juara dunia catur (Deep Blue menang melawan Garry Kasparov, google it.). Contoh yang lebih lazim dari bentuk-bentuk AI adalah mesin pencari para program perangkat lunak yang dapat membantu manusia mencari informasi yang ingin diketahui melalui jaringan internet (google kata ‘Google’).
Lalu, ada pula inovasi terbaru yakni ChatGPT, jenis bahasa yang dilatih pada basis data teks besar untuk mereplikasi komunikasi manusia. ChatGPT menggabungkan teknologi natural language understanding dan natural language processing, terbukti mampu menyelesaikan tugas secara instan yang padahal bagi manusia bisa memakan waktu berhari-hari atau bahkan bertahun-tahun.
Lantas, bagaimana manusia mengejar kecerdasan buatan?
KECERDASAN MANUSIA VS KECERDASAN BUATAN
Apakah manusia dan kecerdasan buatan saling berkompetisi satu sama lain? Well, dalam penelitian yang dilayangkan Harvard Business Review mencatat, antara manusia dan kecerdasan buatan membawa kekuatan dan keahlian berbeda. Secara umum, manusia menyadari komputer canggih saat ini sebagai alat pintar, karena komputer memiliki potensi untuk belajar dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diberikan.
Dalam bentuk paling mudah, AI merupakan komputer yang bertindak dan menentukan dengan cara yang tampak cerdas. Sesuai dengan filosofi Alan Turing, AI meniru bagaimana manusia bertindak, merasa, berbicara, dan menentukan. Kecerdasan model ini sangat berguna di situasi organisasi: Karena kemampuan menirunya, AI bisa mengetahui pola informasi yang dapat mengoptimalkan tren berkaitan dengan pekerjaan. Selain itu, lain halnya dengan manusia, AI tidak pernah merasa lelah secara fisik dan akan terus berjalan selama diberi data.
Karena sifat-sifat inilah, AI dinilai cocok ditugaskan dalam pekerjaan rutin tingkat rendah yang berulang dan berlangsung dalam sistem manajemen tertutup. Dalam sistem tersebut, peraturan jelas dan tidak dipengaruhi unsur luar. Contohnya, Amazon menempatkan algoritme sebagai manajer untuk mengawasi pekerja manusia di jalur perakitan dan bahkan bisa memecat mereka. Karena pekerjaan berulang dan tunduk pada prosedur kaku yang mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas, AI bisa bekerja dengan cara yang lebih akurat alih-alih pengawas manusia.
Sementara itu, kemampuan manusia lebih luas. Dibandingkan dengan kemampuan AI yang hanya responsif terhadap data yang tersedia, manusia memiliki kemampuan untuk berkhayal, mengantisipasi, merasa, dan menilai situasi yang kerap berubah, yang memungkinkan manusia untuk beralih dari kepentingan jangka pendek ke jangka panjang. Ini hanya bisa dilakukan oleh manusia dan tidak memerlukan data eksternal yang disediakan secara stabil dibandingkan dengan kecerdasan buatan.
Bisa dikatakan, manusia mewakili tipe lain dari kecerdasan buatan, yakni kecerdasan tulen. Kecerdasan model ini dibutuhkan ketika sistem terbuka sudah diterapkan, di mana kelompok harus menghadapi pengaruh dari luar, bisa mengantisipasi situasi kerja yang mendadak berubah, dan kreatif dalam berstrategi untuk kedepannya. Kecerdasan tulen yang dimiliki manusia mendorong untuk selalu transformatif dalam situasi kerja.
KECERDASAN BUATAN MENGGANTIKAN MANUSIA?
Akan selalu ada pro dan kontra dalam hal pengembangan teknologi. Di satu sisi, era kecerdasan buatan menuntut manusia untuk semakin cerdas. Karena, kecerdasan buatan memperkenalkan cara kerja paling baru yang lebih efisien, akurat, dan tak kenal lelah. Pekerjaan manusia akan lebih meningkat dengan cara kerja seperti ini.
IBM pun menekankan bahwa tujuan kecerdasan buatan dikembangkan adalah untuk menyelesaikan masalah di ranah bisnis dan komunitas dengan meningkatkan kecerdasan manusia. Jadi, teknologi kecerdasan buatan bukan untuk menggantikan kecerdasan manusia, melainkan demi membantu manusia mengambil keputusan lebih baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan terbaik.
Sebab, pekerjaan yang tadinya bisa menghabiskan banyak waktu pun bisa diselesaikan dalam hitungan menit. Automasi dan teknologi berdasarkan kecerdasan buatan bisa membuat mesin dan manusia untuk bekerjasama lebih pintar.
Di sisi lain, ada pula pekerja yang perannya sudah tergantikan oleh mesin. Masalah sosial, legal, dan humanitarian juga akan bermunculan jika teknologi kecerdasan buatan tidak digunakan dengan benar.
Berujung pada Maret 2023 lalu, dalam surat terbuka yang ditandatangani oleh belasan orang yang bekerja di ranah kecerdasan buatan – termasuk Elon Musk – memperingatkan potensi risiko, dan mendesak agar pelatihan bagi kecerdasan buatan untuk ditangguhkan di tengah kekhawatiran akan ancaman terhadap umat manusia. Ini didasari peringatan bahwa kecerdasan buatan dapat membanjiri kanal informasi dengan informasi yang salah, dan menggantikan pekerjaan dengan automasi.
MANUSIA BISA MENGEJAR KECERDASAN BUATAN
Karena teknologi kecerdasan buatan terus berkembang dengan kecepatan luar biasa, penting bagi manusia untuk mengikuti perubahan agar tetap relevan dan kompetitif. Karena dengan kemampuan kecerdasan buatan untuk memproses dan menganalisas data dalam jumlah banyak dengan cepat dan akurat, tidak mengherankan jika bisnis semakin beralih ke kecerdasan buatan untuk memecahkan masalah kompleks.
Salah satu strategi penting untuk tetap mengikuti perkembangan kecerdasan buatan adalah dengan merangkul pembelajaran sepanjang hidup. Sebab, penting bagi seseorang untuk terus menerus mempelajari hal dan keterampilan baru yang sedang dicari di dunia kerja saat ini. Mungkin bisa mempelajari bahasa programming baru, teknik analisis data, atau soft skill seperti komunikasi dan kerja tim.
Tidak hanya itu, kecerdasan buatan mahir dalam mengotomatiskan tugas rutin, tetapi masih kurang keterampilan kognitif yang penting untuk tugas yang membutuhkan pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Maka dari itu, mengembangkan keterampilan berpikir kritis penting untuk tetap relevan di dunia yang didominasi kecerdasan buatan. Ini dapat dikembangkan dengan mempelajari cara menganalisis informasi, menginterpretasikan data, dan membuat penilaian baik.
Memang, efek kecerdasan buatan terhadap dunia terasa sangat signifikan dan penting bagi manusia untuk bisa mengikuti perkembangan kecerdasan buatan, selama manusia bergerak dengan cepat, dan selalu update akan informasi terbaru maka manusia dapat memanfaatkan kecerdasan buatan untuk meningkatkan keterampilan dan bekerja lebih efisien.