Buy Now Pay Later: Senang Sekarang, Sulit Kemudian?

Membeli barang dan bayarnya ditunda? Well, itu realita yang kini dibuat oleh model pembayaran “beli sekarang, bayar nanti”. Jenis pembayaran “beli sekarang, bayar nanti” alias bayar tunda pun dikonsepkan sebagai cicilan tanpa kartu kredit, sehingga pembelian apapun dimudahkan: tiket, hotel, marketplace, sampai penyedia jasa transportasi online.

Ternyata, pada saat pandemi, jumlah pelanggan baru “beli sekarang, bayar nanti” yang juga disebut paylater meningkat sebesar 55 persen. Bahkan, saking mudahnya diakses secara digital, generasi muda yang lebih efektif banyak mengajukan padahal belum tentu mereka memiliki pendapatan. Ditambah lagi, makin banyak kerja sama antara penyedia layanan multifinance dan P2P lending dengan berbagai platform e-commerce untuk menyediakan pilihan “beli sekarang, bayar nanti.” Mengapa pembayaran jenis ini sangat menggiurkan?

BAYAR TUNDA BUKAN SOLUSI LAPAR MATA

Lain dari instrumen peminjaman yang lain, “beli sekarang, bayar nanti” hanya membutuhkan identitas dan persetujuan ketentuan dari calon pengguna. Seseorang dapat mendaftar, mengajukan, dan mendapat persetujuan memakai model “beli sekarang, bayar nanti” dalam waktu sekitar 24 jam. Penggunaan yang fleksibel dan sudah terintegrasi dengan berbagai platform e-commerce menjadikannya salah satu alat bantu pembayaran yang dicari oleh mereka yang cakap dalam teknologi. Justru, mereka lebih memilih fasilitas kredit layaknya paylater dibandingkan kredit perbankan. Lagipula, pihak paylater juga tidak perlu survei ke rumah calon pengguna agar pengajuan kredit disetujui.

Namun, konsep satsetsatset dalam proses pengajuan model “beli sekarang, bayar nanti” ini mengakibatkan minimalnya prosedur penyaringan para calon pengguna tersebut. Sehingga, ada potensi calon pengguna yang profil keuangannya tidak layak pun bisa lolos dan memakai jenis pembayaran “beli sekarang, bayar nanti.” Sayangnya, model pembayaran ini menjadi alternatif bagi mereka yang “tidak bankable” untuk mengakses kredit.

Ketika proses pengajuan model “beli sekarang, bayar nanti” sudah diterima, bagaimana cara uang tersebut dibelanjakan tergantung dari pengguna. Who are we to judge? Tetapi, ketika dihadapkan dengan fleksibilitas pilihan “beli sekarang, bayar nanti” yang melekat dengan platform e-commerce, seseorang tidak dapat mengabaikan keinginan untuk membeli produk atau jasa yang menurutnya menarik. Awalnya hanya ‘lihat-lihat saja’di sebuah marketplace dapat berujung pembelian produk mendadak tanpa perencanaan, dan perilaku impulse buying ini sulit dihindari walaupun tak ada niatan untuk membeli.

Selain karena ada dorongan untuk membeli produk sesegera mungkin, tetapi juga karena ada ketersediaan dana. Di sinilah kesempatan memakai model pembayaran “beli sekarang, bayar nanti” digunakan: termudah, tercepat, dan membuat seseorang berpikir bahwa pembayaran bisa dipikirkan di kemudian hari.

Patut dicatat, perilaku impulsif dalam membeli barang atau jasa—ketika tidak dikendalikan—bisa menyebabkan seseorang kebablasan dan terus memilih membeli sekarang dan membayar nanti hingga jumlahnya melebihi pendapatannya. Beberapa kemungkinan mencuat: seseorang bisa memiliki cicilan menumpuk dari beberapa platform berbeda ditambah bunga dan denda keterlambatan; kemungkinan besar harus menjual aset dan menggadai barang demi menutup cicilan; terlebih lagi orang tersebut tidak bisa mengajukan cicilan aset produktif layaknya rumah dikarenakan skor kredit yang buruk.

PAKAI SEKARANG, MUNJUNG MANFAAT

Meskipun demikian, fitur “beli sekarang, bayar nanti” dalam platform e-commerce tidak melulu identik dengan ‘keputusan keuangan yang buruk’. Utamanya, “beli sekarang, bayar nanti” membuat proses pembelian barang atau jasa yang lebih ringkas dengan tenor yang bervariasi. Jika dilihat, fitur “beli sekarang, bayar nanti” juga menawarkan promo beragam yang menarik, dari dana tambahan, cashback, hingga diskon untuk pembelian barang khusus dengan pembayaran melalui paylater.

Selain itu, penyedia jasa “beli sekarang, bayar nanti” pun menawarkan suku bunga nol persen, di mana mereka menagih merchants tiga hingga empat kali lebih banyak daripada biaya pembayaran melalui kartu kredit. Bagi Gen Z, model bisnis semacam ini tidak begitu beresiko dan malah memberikan rasa aman lantaran utang dari pembeliannya tidak akan membesar dan menghantui terus-menerus.

HATI-HATI, JEBAKAN BATMAN

Pada akhirnya, utang baru maupun lama, semuanya sama saja. Baik kartu kredit maupun “beli sekarang, bayar nanti”, keduanya memberikan kesan menunda dikurasnya uang seseorang untuk membeli sesuatu. Kehati-hatian harus tetap dijaga, karena bisa saja dari pemakaian untuk kebutuhan mendesak, lama-lama “beli sekarang, bayar nanti” menjadi sebuah solusi jangka pendek demi memenuhi gaya hidup. Tak lama, “beli sekarang, bayar nanti” menjadi satu-satunya pilihan untuk ‘gali lubang, tutup lubang’ lantaran ketersediaan dana tanpa limit memicu berbelanja tanpa henti.

Selama seseorang dapat mengukur dan menyesuaikan batas kemampuan finansialnya, serta menakar resiko produk finansial macam ini, menggunakan “beli sekarang, bayar nanti” bisa menjadi alat untuk mengatur alur pengeluaran sehingga orang tersebut terhindar dari jeratan utang.

Sayangnya, banyak warga Indonesia yang belum bisa menata keuangan dan kredit, diikuti dengan literasi keuangan yang belum optimal. Model pembayaran “beli sekarang, bayar nanti” bisa dilihat sebagai jebakan, ketika seseorang belum memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menimbang layanan jasa keuangan mana yang sesuai dengan kebutuhan.